Undang-Undang Omnibus Law atau dikenal juga dengan UU Cipta Kerja, telah disahkan melalui rapat paripurna DPR pada tanggal 5 Oktober 2020. Omnibus law adalah kesatuan rancangan undang-undang dengan berbagai aspek pembahasan dalam satu waktu yang bersamaan.
Pengesahan omnibus law cipta kerja ini menimbulkan kontra begitu besar di kalangan masyarakat, terutama di kalangan pekerja/buruh. Pro kontra omnibus law ini juga membuat berbagai media memberikan rangkuman-rangkuman pasal dalam peraturan omnibus law yang menjadi perdebatan karena dianggap hanya menguntungkan pelaku usaha dan dapat merugikan kalangan buruh. Namun, tidak berarti segala informasi yang disajikan oleh media merupakan informasi yang berisi fakta. Tentu banyak media yang tidak bertanggung jawab menyampaikan rangkuman informasi yang tidak benar (hoax). Berikut ini merupakan beberapa poin-poin rumusan pasal yang sering dibicarakan.
Sebelumnya dalam Pasal 90 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) dijelaskan bahwa Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Selain itu, dalam UU Ketenagakerjaan tersebut juga mengenal upah minimum sektoral wilayah provinsi atau kabupaten/kota, sehingga buruh di setiap daerah mendapatkan upah minimum yang telah ditentukan oleh pemerintah daerah dan upah tersebut menyesuaikan perekonomian sektoral. Namun, banyak media yang menyebarkan kabar bahwa UMSK dihapus, sehingga masyarakat semakin khawatir.
Namun faktanya, dalam omnibus law cipta kerja, UMSK tidak dihapus, tetapi diubah dalam Pasal 88c UU Cipta Kerja dimana Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi dan dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu, yaitu:
Banyak media mengabarkan bahwa dalah hal pemutusan kerja, uang pesangon dan Penggantian Hak akan dihilangkan. Namun faktanya, dalam UU Cipta Kerja Pasal 89 tentang perubahan terhadap Pasal 156 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan bahwa Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja apabila terjadi pemutusan hubungan kerja.
Namun memang terdapat perubahan mengenai uang penggantian hak, apabila UU Ketenagakerjaan sebelumnya komponen uang penggantian hak terdiri dari, uang pengganti cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; uang pengganti biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/ buruh dan keluarganya ke tempat di mana diterima bekerja; dan uang penggantian perubahan serta pengobatan dan perawatan yang ditetapkan 15 persen dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja. Akan tetapi, dalam pasal 156 ayat (4) UU Cipta Kerja untuk uang penggantian perubahan pengobatan dan perawatan dihilangkan.
Banyak kabar menyatakan bahwa buruh tidak akan mendapatkan semua hak cuti (temasuk cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti haid, cuti melahirkan, dan lain-lain). Akan tetapi faktanya hak cuti tetap ada. Dalam Pasal 89 tentang perubahan terhadap Pasal 79 UU Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa:
Pengupahan dalam UU Cipta Kerja ditetapkan dalam Pasal 89 tentang perubahan terhdapat Pasal 88B UU Ketenagakerjaan. Upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil, akan tetapi dalam pasal tersebut ketentuan lebih lanjut mengenai upah yang disebutkan sebelumnya, selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah. Hal ini tidak ada perubahan mengenai sistem pengupahan dari yang sebelumnya. Tentu saja pengupahan yang baru ini tetap disesuaikan dengan upah minimum provinsi/sektoral.
Faktanya, dalam Pasal 89 tentang perubahan terhadap Pasal 66 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan:
Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis baik perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Oleh karena itu, tentu saja pekerja yang menjadi karyawan outsourcing tetap dimungkinkan menjadi pegawai tetap atau pegawai PKWTT dalam omnibus law cipta kerja.
Kami menemukan juga bahwa terdapat kabar bahwa tidak ada status karyawan tetap, hal ini memungkinkan buruh/pekerja hanya dapat memiliki status sebagai pegawai kontrak. Faktanya, dalam Pasal 89 tentang perubahan terhadap Pasal 56 UU Ketenagakerjaan bahwa Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau waktu tidak tertentu. Selain itu rumusan Pasal UU Cipta Kerja yang disebutkan menepis berita tidak benar mengenai semua karyawan akan berstatus tenaga kerja harian.
Kami menemukan beberapa kabar melalui media sosial yang menyatakan bahwa buruh/pekerja tidak akan mendapatkan jaminan sosial dan kesejahteraan dalam peraturan omnibus law, sedangkan dalam pasal 82 tentang perubahan Pasal 18 UU Ketenagakerjaan menyatakan jaminan sosial dan kesejahteraann tetap ada, meliputi:
Tentu saja kabar mengenai TKA bebas masuk dalam peraturan omnibus law tidak benar. Justru dalam Pasal 89 tentang perubahan terhadap Pasal 42 UU Ketenagakerjaan menyatakan:
Beberapa pasal mengenai TKA ada yang dihapus, namun penghapusan ini dalam rangka meringkas ketentuan peraturan mengenai TKA, dimana aturan tersebut dipadatkan dalam Pasal 42.
Penjelasan diatas kami kumpulkan dari informasi-informasi yang kami dapatkan melalui kanal berita online ataupun informasi yang tersebar melalui media sosial. Hal ini menjadi pembelajaran buat masyarakat, untuk mengkaji terlebih dahulu informasi-informasi yang didapat, sehingga terhindar dari berita bohong yang mengecoh diri Anda dan masyarakat.
Comments
No Responses to “MENGERTI LEBIH DALAM TENTANG ISI OMNIBUS LAW ATAU UU CIPTA KERJA”
No comments yet.